Prabowo Subianto Janji Tidak Akan Impor, BPS Sebut Mustahil Indonesia Bebas Impor

Beritacenter.COM - Calon Presiden Prabowo Subianto yang merupakan pasangan nomor urut 02 menyatakan dihadapan para pendukungnya bahwa jika ia terpilih menjadi Presiden, negara Indonesia tidak akan melakukan impor apa-apa.

"Saya bersaksi di sini kalau insya Allah saya menerima amanah rakyat Indonesia. Saya akan bikin Indonesia berdiri di atas kaki kita sendiri. Kita tidak akan impor apa-apa Saudara-saudara sekalian!. Kita harus dan kita mampu swasembada pangan! Mampu! Kita juga harus dan mampu swasembada energi, swasembada bahan bakar," ujar Prabowo Subianto selaku Calon Presiden dan Ketua Umum Partai Gerindra di Lapangan GOR Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu(4/11/2018).

Menanggapi hal itu, Badan Pusat Statistik(BPS) menilai bahwa Indonesia bisa saja terlepas dari seluruh beban impor di masa depan sesuai keinginan calon Presiden urut 02 Prabowo Subianto. Namun, hal ini bisa terwujud jika kondisi manufaktur Indonesia sudah kuat.

Menurut Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan syarat tersebut harus berkaca pada data impor sepanjang tahun ini dimana semua bahan baku dan barang modal masih menjadi penyumbang utama.

Sepanjang Januari-September 2019, kata dia, bahan impor Indonesia akan mencapai USS 104,1 Miliar sedangkan barang modal USS21,89 Miliar. Kedua komponen tersebut telah menyumbang 90,8 persen dari nilai impor USS 138,76 Miliar.

Akan tetapi, kondisi impor itu lebih mendesak diperbaiki terlebih dahulu dari pada impor barang konsumsi, termasuk masalah utama pangan yang hanya mengambil porsi 9,2 persen dari total impor.

"Pada satu titik memang Indonesia harus menuju ke sana. Kalau memang industri banyak menggunakan input dari dalam itu akan bagus, meningkatkan nilai tambah," jelas Suhariyanto, Senin (5/11).

Dalam pandangannya, Indonesia memiliki potensi itu dalam memproduksi bahan baku. Hanya saja permasalahan yang sering muncul harganya kurang kompetitif dibandingkan barang impor.

"Tapi sejauh ini arah ke sana sudah ada, yakni memanfaatkan tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Yang penting bagaimana nilai tambah yang dihasilkan Indonesia lebih baik, sehingga kalau pun ada impor, itu bisa ditutup Indonesia dengan nilai ekspor yang baik,"ungkapnya.