Jokowi Itu Indonesia

Dia juga saya sekaligus anda sebagai entitas rakyat. Bukan elit rakyat dengan segambreng fasilitas, dia rakyat biasa. Rakyat kebanyakan.Biografinya bicara banyak tentang sosok biasa-biasa saja. Bahkan, di bawah standar. Bersama orang tuanya, dia pernah tinggal di bantaran kali dan pernah merasakan bagaimana rasanya ketika rumah digusur. Dan itu adalah alasan kenapa di masa kecilnya keluarga itu sering pindah rumah.Bila hal mendasar yakni tempat untuk pulang saja bermasalah, masalah lain pun pasti tak lebih baik.

Itu membentuk dirinya. Itu yang membuat dia tahu apa makna hidup sulit. Dan kini kita bersyukur mendapat seorang pemimpin yang tak harus belajar terlebih dahulu tentang teori sosial apa itu hidup di bawah garis kemiskinan. Dia sangat tahu harus berbuat apa untuk rakyatnya yang faktanya adalah cermin dari dirinya sendiri ketika menjadi Presiden.Sosok dengan kasta terendah dalam struktur masyarakat itu kini menjadi pemimpin tertinggi. Siapakah pengganti sepadan akan mengisi kosong kursi yang seharusnya memang diperuntukkan bagi sang pemilik sikap bijak itu?Sebagai warga yang terbiasa memiliki presiden berlatar belakang elite, entah pengusaha, mantan jenderal, atau faktor keturunan politikus, kita memang cukup terkejut ketika tukang kayu itu justru tampil.

Sama seperti peristiwa Jokowi, di luar sana seorang muda berhasil menorehkan catatan hebat. Gabriel Boric terpilih menjadi Presiden Chili pada umur 35 tahun. Dia seorang aktivis. Sama dengan di Indonesia, tradisi politik Chili adalah tentang elite dan Gabriel Boric mementahkannya. Rakyat Chili telah memutuskan ingin dipimpin oleh seorang yang peduli pada rakyat dan maka aktivis dengan label kasta rakyat biasa itu dipilih.”Kenapa rakyat biasa sekaligus aktivis?”Kapan anda bisa tergerak ingin mendirikan rumah yatim piatu misalnya?

Tanpa passion, anda hanya calo. Rumah yatim piatu akan menjadi HOME bagi para penghuninya hanya bila ada cinta di dalam rumah itu. Dan itu adalah tentang passion pada rasa kemanusiaan yang sangat kuat.Passion kuat Gabriel Boric pada kesetaraan dan mempersempit jurang kesenjangan sosio ekonomi pada rakyat Chili membuatnya memiliki apa yang disebut dengan totalitas. Berbeda dengan para elite politik di negaranya yang cenderung pragmatis (sama dengan elite di manapun), dia sebagai aktivis telah mendedikasikan hidupnya secara total bagi perjuangan itu. Hidupnya adalah tentang perjuangan untuk mewujudkan hal tersebut. Itulah makna aktivis yang melekat pada dirinya. Totalitasnya telah memberi jarak semakin lebar pada ego pribadinya.

Cintanya pada rakyat Chili telah membawa dirinya melampaui banyak hal mustahil. Dia mengalahkan kemapanan dan menjungkir balikkannya. “Bagaimana dengan para aktivis kita saat ini? “Teddy Gusnaidi, Adrian Napitupulu, Fahri Hamzah, Andi Arief, Budiman Sudjatmiko adalah sedikit para aktivis mahasiswa 98 yang terdengar masih eksis.Mereka adalah para politikus kekinian yang pada awalnya dimulai dengan menjadi aktivis. Totalitas mereka pada situasi kebangsaan saat itu, tak perlu diragukan. Totalitas mereka demi hal yang sama saat ini, subyektifitas kita dapat bicara panjang lebar.Ada yang telah mapan dan lupa cara bersuara, ada pula yang masih terus berjuang tanpa kenal lelah. Lantang suara Adian Napitupulu masih nyaring dan sering kita dengar.

Membebaskan rakyat Indonesia dari tirani Orde Baru dan kini bebas dari tirani kebodohan terus kita dengar dari Budiman. Optimis suara Budiman tentang Indonesia maju dan harus sejajar dengan banyak bangsa lain tak pernah berhenti dia suarakan.Apakah kemudian salah satu dari mereka layak menjadi penerus Jokowi, passion merekalah ukurannya. Aktivis sejati tak mengenal apa itu pensiun. Hidupnya adalah tentang bagaimana dia berguna bagi kepentingan orang banyak. Sama seperti Jokowi, orang seperti itu layak menjadi Presiden Indonesia…RAHAYU.

Sumber : Status Facebook Karto Bugel